Hidup yang diinginkan
oleh manusia adalah bahagia, merasakan kebahagiaan. Lalu kebahagiaan
yang seperti apa yang dicari oleh tiap individu? Bagaimana cara
mencari kebahagiaan? Jika tidak dicari apakah kita bisa
menciptakannya sendiri?.
Kebahagiaan
adalah salah satu tujuan yang dicari oleh tiap individu di dunia.
Tapi pada kenyataannya kebahagiaan punya standarnya masing-masing.
Mengapa? Pada suatu hari saya pernah mengobrol dengan salah satu
pegawai kantor yang memiliki jobdesk menjaga kebersihan tiap sudut
kantor kami dari berbagai macam jenis debu. Di sudut toilet kantor, kami bertemu di lorong, say hai dan terjadilah obrolan kecil. Sebut
saja Pak Joko namanya. “Pak, pernah bosen gak pak kerjaannya
begini-begini terus?”, iya pernah mba, namanya juga kerja ya mba
kadang ada rasa bosennya, tapi ya inget lagi, wong sudah
tanggungjawabnya. Terus Pak Joko itu orangnya sumringah terus kalo
saya lihat, gak pernah gak senyum pak, kayaknya tuh tiap hari
bawaannya bahagia terus deh bapak, apa sih pak Rahasianya?. Seketika
itu dia tertawa terbahak bahak. Lha ini mbak yang bikin saya tiap
hari bahagia, ketemu mbak yang selalu nyapa, ketemu anak-anak muda
dikantor, jadi kerja tuh ga berasa mba, yang paling penting bersyukur
mba. Udah bersyukur saja mba, manusia pasti punya ujian kan ya mba,
tapi tak bawa santai saja mba, Alloh kasih jalan keluar pasti mbak".
Singkat cerita, diakhir obrolan kami Pak Joko membuat hati saya jadi
makpyarrr, plong banget deh sama nasihatnya.
Lain lagi sama satu temanku yang udah jelas dia punya posisi enak di kerjaannya, ide, keratifitasnya bahkan ga pernah padam buat menghasilkan karya yang dibayar, dibayar dengan penghargaan dan juga nominal, bahkan incomenya perbulan bisa buat dia umroh satu orang, tapi pada akhirnya dia memutuskan resign, padahal kalo aku liat secara permukaan, jelas udah punya masa depan enak kan. Kapan lagi bisa kerja sesuai dengan bidangnya, idenya kepake, dibayar pula. Guys, ternyata apa yang kita lihat enak, mudah, menyenangkan tak sebahagia kenyatannya. Walau secara income bisa dibilang cukup besar, walau ide dan gagasan terpakai, itu sebanding dengan pressure, waktu, usaha, pikiran yang juga dikeluarkan. Jadi, hampir 24 jam hidupnya di habiskan di kantor demi mengerjar target dan memenuhi permintaan client. Iya pasti ada rasa bangga, puas dan senangnya kala client merasa keinginannya terpenuhi dan juga senang kala sms banking berbunyi. Tapi yang amat sangat dirasakan adalah kenyamanan hati. Dimana lingkungan kerjanya tak senormal lingkungan kerja budaya orang ketimuran, dimana waktu untuk menghadap kiblat saja harus pake acara colong-colongan, dan lebih sedihnya lagi sampai gak punya waktu quality time sama dirinya sendiri, keluarga, sahabatnya dan yang paling ngenes, gak ada waktu buat usaha cari jodoh hidupnya. Ya, hidupnya bagaikan terkurung dalam dunia yang sudah terkotak-kotak yang amat sangat membosankan. Mungkin bagi sebagain orang bisa menikmati kehidupan malam yang penuh gerlap, adalah sesuatu hal yang gaul, wah, punya kelas sosial yang beda. Tapi jelas jawabannya tidak, justru disinilah dia merasa kehilangan waktu untuk merasakan kehidupan sosial yang normal, dan seringkali mengalami stressing, walau pundi-pundi keuangan terlihat melimpah.
Well, ketika kita sedang dalam posisi yang terasa gak nyaman, dalam posisi yang sedih, posisi yang jatuh, sepi, tidak ada sandaran untuk bercerita, nikmatilah. Karena kebahagiaan itu rumusnya adalah self acceptance (penerimaan diri), terimalah diri kita sendiri apa pun kondisi yang sedang dialami. Jangan pernah mengelak, jangan pernah lari, walau kita punya benteng dan punya cadangan spirit segudang tapi ketika diri yang paling jujur ini sedang decline dan kita paksakan untuk tersenyum, itu hanya akan membuat batinmu semakin sakit dan terluka. Menangislah, jika dirimu spontan membutuhkan itu, karena menangis tak selalu menjadi simbol lemah, karena menangis sesungguhnya ekspresi kuat diri ini menumpu beban yang sedang kita rasakan, tanpa ingin menyeret orang lain merasakannya juga, terimalah nikmatilah apa yang sedang terjadi oleh fase hidup ketika itu datang dan kamu harus melaluinya dengan sempurna. Sempurna yang kamu bisa, sempurna yang kamu mampu, tak perlu memaksakan menjadi sesempurna tanpa keluhan. Mengeluhlah pada TuhanMu selama kau membutuhkannya, datangilah, peluklah, dekatilah dengan sepenuh hati, sepenuh hati kau meminta petunjukNya, sepenuh hati kau menginginkan perlindunganNya, sepenuh hati kau meminta kekuatanNya untuk terus bisa bangkit, tumbuh, berkembang menjadi diri sendiri.
Hingga pada akhirnya kita tersadar, kekalahan, duka, kegagalan, sakit hati, bertepuk sebelah tangan, kerinduan, beban, luka, jatuh yang amat sakit, kesia-siaan, keburukanlah yang kini bisa membuatmu positif. Bersyukurlah untuk semua fase yang sedang dilewati, bersabarlah dalam melewatinya, semua memang tak akan ada yang mudah. Berterimakasihlah pada diri sendiri untuk terus mampu dan mau kuat menuju matang.
Lain lagi sama satu temanku yang udah jelas dia punya posisi enak di kerjaannya, ide, keratifitasnya bahkan ga pernah padam buat menghasilkan karya yang dibayar, dibayar dengan penghargaan dan juga nominal, bahkan incomenya perbulan bisa buat dia umroh satu orang, tapi pada akhirnya dia memutuskan resign, padahal kalo aku liat secara permukaan, jelas udah punya masa depan enak kan. Kapan lagi bisa kerja sesuai dengan bidangnya, idenya kepake, dibayar pula. Guys, ternyata apa yang kita lihat enak, mudah, menyenangkan tak sebahagia kenyatannya. Walau secara income bisa dibilang cukup besar, walau ide dan gagasan terpakai, itu sebanding dengan pressure, waktu, usaha, pikiran yang juga dikeluarkan. Jadi, hampir 24 jam hidupnya di habiskan di kantor demi mengerjar target dan memenuhi permintaan client. Iya pasti ada rasa bangga, puas dan senangnya kala client merasa keinginannya terpenuhi dan juga senang kala sms banking berbunyi. Tapi yang amat sangat dirasakan adalah kenyamanan hati. Dimana lingkungan kerjanya tak senormal lingkungan kerja budaya orang ketimuran, dimana waktu untuk menghadap kiblat saja harus pake acara colong-colongan, dan lebih sedihnya lagi sampai gak punya waktu quality time sama dirinya sendiri, keluarga, sahabatnya dan yang paling ngenes, gak ada waktu buat usaha cari jodoh hidupnya. Ya, hidupnya bagaikan terkurung dalam dunia yang sudah terkotak-kotak yang amat sangat membosankan. Mungkin bagi sebagain orang bisa menikmati kehidupan malam yang penuh gerlap, adalah sesuatu hal yang gaul, wah, punya kelas sosial yang beda. Tapi jelas jawabannya tidak, justru disinilah dia merasa kehilangan waktu untuk merasakan kehidupan sosial yang normal, dan seringkali mengalami stressing, walau pundi-pundi keuangan terlihat melimpah.
Well, ketika kita sedang dalam posisi yang terasa gak nyaman, dalam posisi yang sedih, posisi yang jatuh, sepi, tidak ada sandaran untuk bercerita, nikmatilah. Karena kebahagiaan itu rumusnya adalah self acceptance (penerimaan diri), terimalah diri kita sendiri apa pun kondisi yang sedang dialami. Jangan pernah mengelak, jangan pernah lari, walau kita punya benteng dan punya cadangan spirit segudang tapi ketika diri yang paling jujur ini sedang decline dan kita paksakan untuk tersenyum, itu hanya akan membuat batinmu semakin sakit dan terluka. Menangislah, jika dirimu spontan membutuhkan itu, karena menangis tak selalu menjadi simbol lemah, karena menangis sesungguhnya ekspresi kuat diri ini menumpu beban yang sedang kita rasakan, tanpa ingin menyeret orang lain merasakannya juga, terimalah nikmatilah apa yang sedang terjadi oleh fase hidup ketika itu datang dan kamu harus melaluinya dengan sempurna. Sempurna yang kamu bisa, sempurna yang kamu mampu, tak perlu memaksakan menjadi sesempurna tanpa keluhan. Mengeluhlah pada TuhanMu selama kau membutuhkannya, datangilah, peluklah, dekatilah dengan sepenuh hati, sepenuh hati kau meminta petunjukNya, sepenuh hati kau menginginkan perlindunganNya, sepenuh hati kau meminta kekuatanNya untuk terus bisa bangkit, tumbuh, berkembang menjadi diri sendiri.
Hingga pada akhirnya kita tersadar, kekalahan, duka, kegagalan, sakit hati, bertepuk sebelah tangan, kerinduan, beban, luka, jatuh yang amat sakit, kesia-siaan, keburukanlah yang kini bisa membuatmu positif. Bersyukurlah untuk semua fase yang sedang dilewati, bersabarlah dalam melewatinya, semua memang tak akan ada yang mudah. Berterimakasihlah pada diri sendiri untuk terus mampu dan mau kuat menuju matang.
Jika
pun masih ada yang dengan sengaja maupun tak sengaja mencelamu,
mencecarmu, bahkan, menjauhimu, bahkan meninggalkanmu karena ini, itu
tak semata-mata karna kesalahanmu. Justru dari sini kamu menjadi
tahu, mana jiwanya yang tulus, mana hatinya yang murni tetap setia
mendampingimu, menemanimu, berjalan untuk terus bersama menuju baik.
Maklumilah mereka yang kini tak bisa, yang kini tak sempat, yang kini
tak mau, yang kini tak mampu, yang kini dengan sengaja tidak
menganggapmu lagi, maklumilah, mungkin kita memanglah yang lupa. Lupa
jika kebahagiaan itu hadir karena kita mampu menerima, jadi terimalah
apa yang sedang terjadi. Lupa jika kebahagiaan nyatanya tak selalu
tentang menghadirkan canda, tawa, tapi juga tentang air mata.